Aku mau ngelanjutin cerita yang judulnya "Cinta Seorang Skizofernia". Tapi, bagi ManTeman yang belum baca tulisan saya sebelumnya, ada baiknya di baca dulu biar paham alur ceritanya 😊 Link nya ada di bawah ini yahh 👇👇👇
Prolog 👉 http://catatanaanakrantau.blogspot.co.id/2018/05/cinta-seorang-skizofernia-prolog.html
1. Kelulusan 👉 http://catatanaanakrantau.blogspot.co.id/2018/05/cinta-seorang-skizofernia-kelulusan.html
2. SMA 👉 http://catatanaanakrantau.blogspot.co.id/2018/05/cinta-seorang-skizofernia-sma.html
3. PERSIAPAN
PINDAHAN
Pekerjaan
saya sudah rampung di kantor dan saya telah resmi keluar dari kantor itu.
Seperti pesan suami pada saya, saya tidak meninggalkan sedikitpun beban untuk
mereka yang masih bekerja di perusahaan tersebut.
Masih
sekitar sebulan lagi kami pindah ke Sumatra. Tapi ini akan menjadi lebih sibuk
dari bekerja di kantor. Bagaimana tidak, semua barang yang ada di rumah ini
akan di kirim ke Sumatera. Karena rumah ini akan di jual.
Saya
sudah mulai memasukkan berbagai macam barang ke dalam gardus yang akan di kirim
ke Sumatra. Sedangkan untuk furniture akan kami jual saja dengan rumah ini,
agar tidak membebani kami.
Setelah
tidak bekerja lagi, saya makin sering memperhatikan Cinta. Setiap sore dia akan
duduk di teras berjam – jam. Ntah apa yang dilakukannya di sana.
Saat
itu, saya sudah selesai memasukkan buku – buku bacaan ke dalam gardus. Hanya
untuk buku bacaan saja sudah memenuhi tiga gardus besar. Yah… memang, baik
saya, Ayah Cinta. Kedua kakak Cinta, bahkan Cinta sendiri memang suka membaca
buku. Jadi rasanya wajar saja kalau dalam satu setengah tahun kami sudah
berhasil mengumpulkan tiga gardus besar buku bacaan. Sepertinya sebagian dari
buku – buku ini akan kami sumbangkan di perpustakaan terdekat agar tidak begitu
banyak barang yang harus di kirim. Lagian, sebagian besar buku itu telah terbaca.
“Kemana
Nak?” tanya saya pada Cinta yang jalan keluar rumah.
Cinta
melihat kearah saya dan berkata “ke teras aja Bu”. Cinta lalu berpaling dan
melanjutkan langkahnya.
Selama
ini saya tidak pernah melihat apa yang dilakukan Cinta di teras setiap sore,
karena saya memang sibuk untuk mengepackan barang – barang yang hendak di kirim
nanti. Sore itu saya berinisiatif untuk melihat aktivitas yang dilakukan oleh
Tiara.
Dari
ruang tamu saya melihat kearah teras yang hanya terhalang oleh jendela yang
tertutup gorden. Saya lalu membuka sedikit gorden itu, dengan mudah saya bisa
melihat Cinta. Apa yang dilakukan anak itu?
Awalnya
saya melihat dia sedang tertawa tebahak – bahak, lalu kemudian di seperti
sedang berbicara dengan penuh antusias. Saya benar – benar tidak pernah melihat
Cinta segitu antusianya dalam berbicara. Tapi, dengan siapa dia berbicara? Tak
ada satupun orang selain Cinta di teras itu.
Tapi,
beberapa menit kemudian Cinta lalu terdiam dan membuka buku bacaannya dan duduk
tenang dan terlihat focus dengan apa yang sedang di bacanya.
Saya
sebenarnya khawatir dengan apa yang saya lihat. Apa benar kata guru SMPnya
kalau Cinta suka berbicara sendiri? Tapi itu tidak mungkin, masa iya anak saya
gila. Ah… tidak… tidak… apa yang saya fikirkan. Itu adalah hal yang mustahil.
Lagi pula selama ini Cinta selalu terlihat normal, dia hanya terlalu
menyendiri.
***
Sore itu
seperti biasa aku ke teras rumah untuk bertemu dengan Tiara. Saat menuju teras,
kulihat Ibu sedang mengepackan barang yang hendak di kirim ke Sumatra. Lumayan
banyak juga barang – barang kami. Aku sudah mengepackan barang – barang ku di
kamar, jadi ini waktu ku bermain dengan Tiara.
“Hi
Ra….” Sapa ku ke Tiara. Seperti biasa, dia sudah di teras rumah. Aku sendiri
sebenarnya bingung, setiap jam berapa di ada di teras. Yang pasti, setiap aku
keluar dia pasti sudah di teras dengan buku bacaannya.
“Hi
Cint… gimana?” tanya Tiara.
“Gimana
apanya?” karena bingung dengan maksud Tiara, aku malah bertanya balik padanya.
“Gimana?
Udah dapet cowok belum?” Tiara lalu tertawa ter bahak – bahak.
“Apaan
coba…” aku memasng wajah cemberut, lalu kembali tersenyum malu dan berkata
“Tapi, si Dimas baik sih” aku lalu ikutan tertawa kecil.
“Dimas
yang mana Cin?” tanya Tiara.
“Dimas
ketua kelas aku ituloh” jawab ku.
“Kok kamu
bisa bilang kalau Dimas itu baik?” tanya Tiara lagi.
“Soalnya
kalau dia manggil aku hi cinta, jadi
berasa di panggil sama pacar” aku lalu tertawa terbahak – bahak.
“Yaelah…
itu sih karena nama kamu bikin ambigu” Tiara juga ikutan tertawa, lalu kembali
berkata “masa iya si Dimas malah manggil hi
Tono” Tiara mencoba menirukan suara Dimas yang sama sekali nggak mirip.
“Hahaha
apaan, Tono dari mana coba. Nama ku kan Cinta” kata ku masih sambil tertawa
terbahak – bahak.
Lagi
asik bercanda ria, tiba – tiba Tiara berhenti tertawa dan berkata serius “Sttt…
Ibu kamu ngintip tuh dari jendela”.
“Oh ya…
yaudah, aku pura – pura baca buku aja” kata ku pada Tiara lalu membuka buku
bacaan yang sudah aku bawa dari kamar. Beberapa menit kemudian aku lalu berkata
“udah pergi belum?’ tanya ku pada Tiara.
“Udah
kok udah… ngomong – ngomong, kenapa kamu pura – pura baca buku?” tanya Tiara
dengan herannya.
“Nggak
tahu juga sih” jawab ku. Lalu kami sama – sama tertawa nggak jelas.
Yah…
persahabatan yang aneh memang, tapi hanya dengan Tiara aku bisa bercerita
panjang lebar dan aku rasa hanya Tiara juga yang mau berbagi tawa dengan ku.
Aku benar – benar merasa bersyukur karena telah bertemu dengan dia.
Seandainya
semua orang bisa seasik Tiara, pasti nggak akan ada rasa kesepian di setiap
orang. Karena Tiara memang anak yang rame, tapi tidak sombong. Kebanyakkan
teman – teman sekolah ku sombong dan nggak mau berteman dengan ku.
***
Wow, cerita sg bagus. Well, iki based on story opo cuma fiksi dit?
ReplyDeleteini kisah mu bi cuman dimanipulasi nama dan tempatnya.
Delete