Tuesday, May 15, 2018

CINTA SEORANG SKIZOFERNIA - SMA

Assalamualaikum ManTeman 🙇

Aku mau ngelanjutin cerita yang judulnya "Cinta Seorang Skizofernia". Tapi, bagi ManTeman yang belum baca tulisan saya sebelumnya, ada baiknya di baca dulu biar paham alur ceritanya 😊 Link nya ada di bawah ini yahh 👇👇👇

Prolog 👉 http://catatanaanakrantau.blogspot.co.id/2018/05/cinta-seorang-skizofernia-prolog.html
1. Kelulusan 👉  http://catatanaanakrantau.blogspot.co.id/2018/05/cinta-seorang-skizofernia-kelulusan.html



2. SMA


Tiba juga hari dimana aku menggunakan seragam putih abu – abu. Kata orang sih masa – masa SMA adalah masa yang paling menyenangkan. Akankan aku mendapatkan masa yang menyenangkan itu di sekolah ini? Ah… sepertinya tidak, aku hanya akan ada enam bulan di sekolah ini.

Aku benar – benar tidak berniat membangun relasi yang lebih dengan teman – teman di sekolah ini. Terlebih lagi sebagian besar dari mereka adalah teman – teman SMP ku. Aku memang tidak mengingat namanya, tapi beberapa wajah nampak tidak asing bagi ku. Ah… terserahlah dengan mereka, aku hanya enam bulan di tempat ini.

Seperti biasa, aku akan mengambil tempat duduk di pojok belakang. Bagi ku itu adalah tempat yang sangat cocok untuk menghindari tatapan orang – orang. Tapi saat guru itu masuk, ia menyuruh kami untuk memperkenalkan diri satu per satu di depan kelas. Ritual macam apa itu, kan mereka yang ingin berkenalan bisa berkenalan di luar kelas.

Giliran ku pun tiba, dengan kaki gemertar kulangkahkan kaki ku menuju depan kelas. Untung saja aku menggunakan rok panjang, jadi kaki ku tidak Nampak bergetar. Saat ku hadapkan pandangan ku ke teman – teman, aku merasa seperti mereka menatap ku dengan penuh rasa jijik.

Kenapa mereka menatap ku seperti itu? Walau ada satu atau dua orang yang merupakan teman ku sewaktu SMP, tapi bukankah sebagian dari mereka baru melihat wajah ku? Apa yang salah dengan ku? Aku sama sekali tidak memiliki tampang yang mengerikan kok.

Rasanya aku ingin benar – benar lari dari mimbar itu. Tapi, mata ku terfokus pada jendela di pojok kelas, diluar sana ada Tiara. Tiara bersekolah di sekolah yang sama dengan ku? Aku benar – benar senang saat itu. Tapi, kenapa dia tidak sekelas dengan ku? Kalau sekelaskan aku bisa memiliki teman ngobrol di kelas.

Dari luar Tiara seperti memberikan dukungan untuk ku. Diajukkannya kedua jempolnya ke arah ku, dan tentunya sambil tersenyum. Ntah kenapa hal sederhana itu mampu membuat ku percaya diri.

Aku kembali menatam teman – teman kelas ku dan berkata “Perkenalkan, nama ku Cinta. Cinta Permata Firdaus” kumulai dengan nama, lalu kujelaskan alamat serta asal sekolah ku. Aku seperti mendapat semangat dan rasa percaya diri yang tinggi dari Tiara. Sesekali ku lirik kearah luar, dan disana masih ada Tiara yang terus mendukung ku.

Tiara… kamu memang sahabat yang baik, dan aku rasa bahwa aku tidak akan mampu beradaptasi di Sumatra nanti jika kamu tidak ada.

“Terimakasih…” itulah kalimat ku untuk mengakhiri perkenalan diri ku. Setelah itu teman – teman bertepuk tangan untuk ku. Ini adalah kali pertama aku mendapatkan tepuk tangan dari teman – teman di kelas. Tapi, pandangan ku focus kepada Tiara yang lompat – lompat kecil bagai anak tupai sambil bertepuk tangan untuk ku.

“Terimakasih Tiara, ini berkat mu” kata ku dalam hati.

Aku lalu kembali ke bangku ku dan guru mulai menjelaskan beberapa peraturan sekolah dan jadwal – jadwal yang harus kami patuhi.

Setelah perkenalan itu, aku tidak melihat Tiara lagi, mungkin dia di kelas yang jauh dengan kelas ku. Tapi, sore nanti Tiara pasti akan ke rumah dan aku akan mengucapkan terimakasih kepadanya. Aku rasa aku benar – benar perlu untuk mengucapkan terimakasih kepadanya.

“Aku pulang…” kata ku saat tiba di depan pintu rumah, dan tentu saja tidak ada orang. Aku langsung ke kamar dan mengganti pakaian lalu merebahkan diri ke tempat tidur. Dengan seketika aku mampu larut kedalam alam mimpi.
***

Hari ini akan benar – benar padat. Saya bahkan tidak sempat mengucapkan selamat pagi pada Cinta. Padahal ini adalah hari pertama dia masuk SMA, tapi ucapan penyemangatpun tidak saya lontarkan. Yah… saya harus sampai di kantor lebih pagi hari ini, ada meeting yang harus saya ikuti.

Baru saja saya tiba di kantor, orang – orang sudah siap di ruang meeting. Dengan tergesah – gesah, saya menyiapkan materi meeting hari ini. Untung saja si bos belum masuk ruang meeting, kalau sampai saya keduluan olehnya bisa hancur masa – masa terakhir ku di kantor ini.

Untunglah hari itu di kantor berjalan dengan lancar. Saya berusaha mengerjakan semua sisa tugas saya dengan baik sebelum saya benar – benar meninggalkan kantor ini. Seperti pesan suami saya sebelumnya.
***

Ah… aku tertidur rupanya. Lapar sekali. Oh iya… aku belum makan sepulang sekolah tadi. Aku lalu ke dapur dan membuat telur ceplok. Kulahap makan siang ku dengan penuh semangat. Setelah habis, kulihat jam dinding menunjukan pukul setengah empat.

Tumben Tiara belum datang, atau dia sudah di teras seperti biasanya? Kutinggalkan piring kotor ku di meja makan begitu saja. Ternyata Tiara sudah duduk di teras rumah sambil membaca buku.

“Kok nggak manggil aku?” tanya ku pada Tiara.

“Nanti kamu malah ganggu waktu baca buku ku” jawab Tiara dengan tawa kecil yang menghiasi wajahnya. Tentu saja Tiara hanya bercanda.

“Yaela… kalau nggak mau di ganggu, mending kamu baca buku di rumah kamu aja Ra” jawab ku berpura – pura sewot.

“Iddihh… Gitu aja ngambek, becanda aja aku. Lagian aku juga baru tiba kok, jadi kamu tenang aja hehehe” Tiara menyelipkan rambutnya di telinganya, lalu kembali berkata “gimana tadi di sekolah baru?”

“Oh iya Ra… kamu di kelas mana sih? Kok aku nggak liat kamu lagi setelah aku perkenalan di kelas aku itu?” tanya ku pada Tiara.

“Ada deh… hehehe…” Tiara selalu saja menjawab dengan misterius di timpa dengan tawanya itu.  Tapi, aku merasa dia melalukan itu hanya untuk menghibur ku.

“Gitu aja nggak mau ngasih tau, pelit amet ih. Ngomong – ngomong thanks yah Ra” aku lalu tersenyum ke arah Tiara.

“Thanks untuk apa?” Tiara memasang wajah yang penuh dengan tanda tanya.

“Tadikan kamu sudah menyemangati aku saat aku memperkenalkan diri di depan kelas. Kamu tahu tadi aku sangat gemetar… hahaha… tapi setelah melihat mu menyemangati ku dari luar kelas, aku seperti semangat gitu untuk berbicara. Thanks yah Ra” kata ku panjang lebar pada Tiara.

Tiara lalu tersenyum dan berkata “Oh itu… tanpa aku kamu pasti bisa kok. Aku hanya isengin kamu aja tadi. Tapi liat kamu bicara dengan penuh antusias di depan kelas, rasanya aku cukup senang sampai lompat – lompah” Tiara lalu menertawai dirinya sendiri, dia memang terkadang suka aneh. Tapi, aku senang berkawan dengannya.

Lagi asik bercerita dengan Tiara, Ibu datang dari kantor.

“Ngapain di luar Nak?” tanya Ibu.

Pake nanya lagi, udah jelas ada Tiara di sini. Tapi, mungkin maksud Ibu kenapa aku tidak mengajak Tiara main ke dalam. Dengan singkat ku jawab “nggak apa – apa Bu, kami hanya ingin main di sini aja”.

Ibu seperti terdiam sejenak, lalu Ia berkata “ya sudah, jangan kelamaan di luar udah mau magrib nih” Ibu lalu menghilang dari pandangan ku.

“Ibu kamu yah?” tanya Tiara. Dia memang belum pernah bertemu dengan Ibu.

“Iya Ra” jawab ku.

“Ya sudah, aku pulang deh, udah mau maghrib juga. Ntar aku dicariin Mama lagi” pamit Tiara pada ku.

“Iya Ra… hati – hati di jalan ya” kata ku pada Tiara.

“Ok… Salam buat Ibu mu” Tiara lalu berlari kecil menyusuri halaman dan hilang di penghujung jalan.

Aku lalu masuk ke dalam rumah. Kulihat Ibu sedang duduk di depan tv, aku pun menyampaikan salam dari Tiara “Bu… salam dari Tiara, dia udah pulang barusan”.

“Tiara siapa?” tanya Ibu.

“Teman aku Bu” jawab ku singkat, lalu berjalan menuju kamar ku.

Ku ambil sebuah novel di rak buku ku. Judulnya Born Under a Million Shadow karya Andrea Busfield. Aku lalu memfokuskan fikiran ku pada tulisan – tulisan kecil yang ada pada novel tersebut dan larut dalam kisahnya.
***

Akhirnya pekerjaan di kantor selesai juga. Karena saya berangkat sangat pagi, maka pekerjaan saya selesai lebih cepat dan baiknya saya bisa pulang lebih awal. Sebenarnya tidak benar – benar awal, hanya saja saya tidak perlu lembur hari ini. Pukul lima teng saya sudah meninggalkan kantor dan menuju ke rumah.

Cinta pasti sendang sendiri di rumah. Ah… anak itu, kapan dia bisa bermain seperti anak – anak remaja pada umumnya? Tidak… tidak… ini semua salah saya, saya yang terlalu sibuk hingga lupa mengajarinya cara untuk berteman.

Dari kejauhan saya sudah melihat Cinta sedang duduk di teras rumah. Anak itu sepertinya sering nongrong di teras masa jam – jam seperti ini. Tapi, dia seperti sedang asik berbicara. Ah… mungkin saja lagi latihan pidato.

Saat tiba Cinta sepertinya salah bicara pada ku. Saya menyuruhnya masuk, tapi dia berkata “Kami hanya ingin bermain disini saja”. Apa maksudnya dengan kami? Saya sempat terdiam sejenak memikirkan hal tersebut. Tapi, saya mencoba untuk menghargai me time Cinta. Saya lalu masuk ke dalam rumah dan merebahkan diri pada sofa di depan tv.

Saat mata saya hampir tertutup, Cinta masuk ke dalam rumah. Saat itu, tumben saja Cinta membuka pertanyaan. Kata dia salah seorang temannya menitip salam untuk ku. Namanya Tiara, Tiara siapa? Ah… mungkin saja teman baru di sekolahnya yang baru. Baguslah kalau begitu, berarti Cinta sudah mulai berbaur dengan teman – temannya.

Ada sedikit rasa senang saat mengetahui kalau Cinta sudah memiliki teman di sekolah barunya. Tiba – tiba terbersit di fikiran ku untuk tetap tinggal di Surabaya. Ah… itu bukan pilihan yang baik. Di Surabaya Cinta hanya memiliki Tiara, mungkin di Sumatra Cinta akan memiliki Tiara – Tiara yang lain. Semoga saja.
***
Share:

0 komentar:

Post a Comment