Thursday, June 28, 2018

CINTA SEORANG SKIZOFERNIA - TERORIS

Assalamualaikum ManTeman 🙇

Aku mau ngelanjutin cerita yang judulnya "Cinta Seorang Skizofernia". Tapi, bagi ManTeman yang belum baca tulisan saya sebelumnya, ada baiknya di baca dulu biar paham alur ceritanya 😊 Link nya ada di bawah ini yahh 👇👇👇

Prolog 👉 http://catatanaanakrantau.blogspot.co.id/2018/05/cinta-seorang-skizofernia-prolog.html
1. Kelulusan 👉  http://catatanaanakrantau.blogspot.co.id/2018/05/cinta-seorang-skizofernia-kelulusan.html
2. SMA  👉 http://catatanaanakrantau.blogspot.co.id/2018/05/cinta-seorang-skizofernia-sma.html
3. Persiapan Pindahan 👉 https://catatanaanakrantau.blogspot.co.id/2018/05/cinta-seorang-skizofernia-persiapan.html?showComment=1527177845795#c1682519686773399213
4. Pindahan 👉 http://catatanaanakrantau.blogspot.com/2018/05/cinta-seorang-skizofernia-pindahan.html
5. Sekolah Baru 👉 http://catatanaanakrantau.blogspot.com/2018/06/cinta-seorang-skizofernia-sekolah-baru.html?m=1
6. Ibu Penjaga UKS 👉 http://catatanaanakrantau.blogspot.com/2018/06/cinta-seorang-skizofernia-ibu-penjaga.html?m=1
7. Tukang Kebun Sekolah 👉 http://catatanaanakrantau.blogspot.com/2018/06/cinta-seorang-skizofernia-tukang-kebun.html?m=1
8. Toni dan Ibu ðŸ‘‰ http://catatanaanakrantau.blogspot.com/2018/06/cinta-seorang-skizofernia-toni-dan-ibu.html?m=1

9. TERORIS

Pagi itu sebelum bel tanda masuk kelas berbunyi, aku bertemu dengan Ibu penjaga UKS tepat di depan UKS. Tidak banyak anak yang berlalu lalang di situ, hanya ada sekitar beberapa orang anak saja.


“Ada yang ingin bertemu dengan kamu” kata Ibu penjaga UKS itu.

“Siapa Bu?” tanya ku ke Ibu itu.



Tiba – tiba keluar Bapak Tukang kebun sekolah dari ruang UKS, aku benar – benar kaget, tapi Bapak itu langsung mengatakan “jangan lari,  saya tidak berniat untuk mengganggu mu. Saya hanya ingin meminta pertolongan mu”.


“Ini suami saya Nak… dia butuh bantuan mu” kata Ibu penjaga UKS itu.

Ternya Bapak itu orang baik, aku sudah berburuk sangka sebelumnya. “Apa yang bisa saya bantu Pak?” tanya ku pada Bapak itu.



“Masuklah sebentar, ini adalah hal yang sangat rahasia” kata Bapak itu. 


Aku lalu masuk ke dalam UKS itu, kami duduk behadapan di sofa. “Begini Nak” kata Bapak itu “kamu kenal Tiara kan?”


“Tiara? Bapak kenal Tiara?” tanya ku dengan kaget.


“Iya nak, Tiara itu ponakan kami di Jawa” jawan Ibu penjaga UKS itu.

Dunia ini benar – benar sempit pikir ku “Ada apa dengan Tiara?” tanya ku pada kedua pasangan itu.



“Ini sebenarnya tidak ada hubungannya dengan Tiara. Saya membutuhkan seorang murid yang dapat saya percaya di sekolah ini. Kebetulan Tiara bercerita kalau sahabatnya bersekolah di sini. Kata Tiara juga kamu anak yang baik dan bisa menyimpan rahasia” jelas Bapak itu.


“Lalu apa yang bisa saya bantu Pak?” tanya ku.

“Sebenarnya ini hal yang sangat sulit. Tapi ini demi kepentingan orang banyak. Jadi sebenarnya saya ini seorang mata – mata dari kepolisian. Sekolah ini menjadi target salah seorang teroris dan kabarnya teroris itu adalah salah seorang guru. Karena saya hanya bisa menyamar sebagai tukang kebun, saya tidak bisa memperhatikan lebih jelas gerak gerik guru – guru di sekolah ini.” Jelas Bapak itu, dia lalu melanjutkan kalimatnnya “saya percaya kalau Nak Cinta ini adalah anak yang baik dan perduli dengan sesama. Saya harap nak Cinta mau membantu saya untuk melihat guru – guru siapa saja yang sering membawa korek api dan benda tajam di ke sekolah, karena benda sederhana itu bisa menjadi sangat berbahaya di tangan teroris. Nak Cinta cukup mengambil paksa barang – barang seperti itu, karena mereka tidak bisa diperkalukan dengan halus lagi”

Sebenarnya aku sedikit bingung. Tapi ntah kenapa aku merasa ini seperti tantangan menarik dalam hidup ku. Selama ini aku hanya melewati kehidupan yang datar – datar saja dan saat ini ada orang penting yang percaya dengan ku untuk melindungi orang banya. Ini benar – benar penghargaan untuk ku. “Baik Pak, saya akan melakukan hal itu sebisa ku” jawab ku kepada Bapak itu.

Tidak lama kemudian, bell masukpun berbunyi, aku lalu pamit kepada pasangan itu dan kembali melakukan aktivitas ku di sekolah seperti biasanya.

***



Semenjak diberitahu mengenai teroris yang menyamar sebagai guru di sekolah ku, aku semakin sering memperhatikan lingkungan di sekitar ku. Beberapa kali aku merampas korek api dari beberapa guru laki – laki di sekolah ku, hal tersebut membuat ku berkali – kali masuk ruang BK. Karena guru – guru itu juga melakukan kesalahan, maka aku tidak di hokum. Tapi, tindakan tidak sopan ku itu tetap mendapatkan ceramah.


Aku tidak bisa membicarakan hal ini kepada orang – orang. Karena, jika rahasia Bapak tukang kebun itu terbongkar, teroris itu bisa saja diam – diam kabur dari sekolah ini dan pihak kepolisian akan kehilangan jejaknya lagi.
***

Akhir – akhir ini Cinta menjadi semakin aneh. Dia seperti ketakutan saat melihat guru membawa korek api, padahal itu hal yang wajar kalau guru itu ingin merokok. Walau sebenarnya tidak diperbolehkan di sekolah ini, tapi kenapa Cinta harus merampasnya?

Beberapa kali Cinta juga bolos kelas. Saat ku tanya dia hanya bilang lagi nggak enak badan dan istirahat di UKS. Ada apa dengan anak ini sebenarnya?

Pada suatu siang, Cinta meminta tolong sesuatu kepada ku “Ton… kalau kamu melihat ada guru yang membaca korek api atau benda tajam, tolong bilang ke aku yah.”

“Untuk apa sih Cin?” tanya ku.

“Nggak usah banyak tanya, kalau ada tinggal bilang aja” katanya.

“Kamu mau masuk ruang BK lagi?” tanya ku pada Cinta, karena dia sudah tiga kali masuk ruang BK karena merebut korek api beberapa guru.

“Demi kepentingan orang banyak Ton” jawab Cinta.

Anak ini sakit jiwa pikir ku “liat nanti deh Cin” jawab ku ke Cinta.

“Terimakasih Toni” Cinta lalu tersenyum kepada ku, dan dia sangat manis.
***


Hari itu Jumat dan pelajaran kedua lagi kosong. Aku duduk diam di bangku ku. Tiba – tiba saja Ibu penjaga UKS datang ke kelas dan mengajak ku ke UKS, katanya ada hal penting yang ingin di sampaikan Bapak tukang kebun. Aku lalu mengikutinya ke UKS.

Saat masuk ke dalam UKS, saya melihat Bapak tukang kebun sudah duduk dan terlihat sangat cemas.

“Akhirnya kamu datang juga Nak” kata Bapak itu.

“Ada apa Pak?” tanya ku yang juga ikutan panic.

“Saya mendapat kabar dari pusat kalau terorisnya sudah diketahui identitasnya” jelas Bapak itu.

“Lalu?” tanya ku dengan begitu antusias.

“Dia adalah guru Biologi mu, Pak Herman. Kamu ingat? Kemarin kamu sempat merebut korek api miliknya? Tanyak Bapak itu.

“Iya ingat Pak” kata ku.

“Siang ini juga kita akan melakukan aksi penangkapan” jelas Bapak itu “Pak Herman akan mengajar di kelas mu pada jam terakhir. Kamu bawa pisau ini, sebisa mungkin kamu lumpuhkan kakinya dengan pisau ini agar dia tidak lari dan saya akan membawa beberapa anggota saya untuk menangkapnya”.

“Apa saya harus melukainya Pak” tanya ku dengan ragu kepada Bapak itu.

“Harus, karena jika tidak dia akan melukai banyak anak hari ini juga” jawab Bapak itu.

Aku tidak ingin ada orang lain tidak bersalah terluka, maka aku menyanggupi permintaan Bapak tukang kebun itu. Ku terima pisau yang ia berikan dan menyelipkannya di balik baju ku. Setelah itu aku kembali ke kelas dengan detak janjung yang rasanya semua orang akan bisa mendengarnya.

***



“Ton… ini nomor Ibu ku” kata Cinta pada ku sambil menyerahkan sebuah kertas yang berisikan nomor telepon.

“Untuk apa?” tanya ku sambil memegang kertas itu.

“Sepertinya hari ini aku akan melakukan hal yang berbahaya, kalau ada apa – apa tolong telepon Ibu ku” jelas Cinta pada ku.

Ada apa lagi sih dengan anak ini “kamu mau ngapain lagi? Mau ngerampas korek guru – guru lagi? Nggak usah aneh – anhe deh…” kata ku ke Cinta.

“Nggak, bukan itu. Kamu liat nanti aja deh” jawab Cinta.

Setelah itu guru Biologi masuk dengan membawa beberapa alat dari laboratorium. Selagi guru itu meletakkan barang – barang itu, Cinta berjalan menuju guru itu dan dia membawa pisau?

“Cinta…” aku lalu berteriak dan membuat seluruh kelas memperhatikan Cinta. Tapi, hal tersebut tidak membuat Cinta berhenti dan dengan cangat cepat ia tancapkan pisau itu pada kaki guru Biologi kami.

Anak – anak lain langsung histeris dan meninggalkan kelas.

“Apa yang kamu lakukan Cinta?” tanya guru itu.

“Kamu teroris? Mengaku saja, identitas mu sudah ketahuan dan sebentar lagi polisi akan ke sini, jangan harap kamu bisa melukai orang – orang di sini” jawab Cinta dengan penuh emosi.

“Kamu bicara apa?” tanya guru itu lagi.

“Kamu tidak usah mengelah, aku sudah tahu semuanya” jawab Cinta.

“Cinta? Kamu kenapa?” Tanya ku pada Cinta.

“Dia teroris Toni… Ibu penjaga UKS dan tukang kebun yang mernah mengejar ku itu adalah mata – mata dari kepolisian yang sedang memata – matai si teroris ini” jelas Cinta sambil mengarahkan pisau penuh darah itu ke arah Pak Guru.

Tidak butuh waktu lama beberapa guru datang dan berusaha menghentikan perbuatan Cinta. Cinta memberontak dengan mengacungkan pisau yang ia pegang. Hal tersebut dilumpuhkan oleh guru olah raga yang langsung merampas dengan paska pisau itu setelah Cinta di jatuhkan ke lantai.

Guru Biologi kami langsung dilarikan ke rumah sakit karena luka tusukannya bukan cuman satu dan sangat parah. Sedangkan Cinta? Sepertinya ada yang menelepon polisi hingga Cinta di bawa oleh beberapa orang polisi.

Aku lalu mengingat kertas yang diberikan Cinta pada ku. Langsung saja ku telepon Ibu Cinta.

“Halo Bu…” kata ku.

“Iya… ini dengan siapa yah?” jawab ibu Cinta dari seberang telepon.

“Saya Toni Bu, Cinda mendapat sedikit masalah di sekolah” kata ku ke Ibu Cinta.

“Masalah? Baiklah, saya akan ke sekolah sekarang” Ibu Cinta terdengar begitu panic.

“Tidak Bu… sepertinya langsung ke Polres saja” jawab ku.

“Polres?” tanya Ibu Cinta

“Iya Bu, Cinta baru saja di bawa ke sana”

“Baiklah Nak Toni, terimakasih atas kabarnya” Ibu Cinta lalu menutup telepon. Beliau terdengar begitu panic.
***



Aku akan melakukan hal gila hari ini. Aku tahu perbuatan ku pasti akan menimbulkan pro dan kontra dari berbagai pihak. Tapi, sekali lagi ini hanya demi kepentingan orang banyak. Aku tidak ingin banyak orang yang terluka, walau diantara mereka hanya Toni yang dekat dengan ku. Karena pasti akan terjadi hal yang aneh, aku memberikan nomor telepon ibu ke Toni untuk berjaga – jaga.

Guru itu masuk dengan membawa beberapa barang dari laboratorium, saat melihatnya rasanya aku sudah mulau panas dan ingin langsung membunuhnya saja. Tapi, tentu saja aku tidak bisa berbuat semau ku. Aku hanya perlu untuk melumpuhkannya saja, selebihnya biar di urus oleh pihak – pihak yang berwajib.

Langsung saja aku maju ke depan dan tidak memperdulikan reaksi orang – orang di sekeliling ku. Ku ayunkan pisau yang ku bawa itu beberapa kali ke kaki guru itu hingga guru itu tidak bisa melawan sama sekali.

Sekilas aku melihat anak – anak sekelas berlarian untuk meninggalkan ruang kelas. Guru itupun mencoba untuk membela diri. Dia hanya tidak tahu kalau aku sudah mengetahui kedoknya yang sebenarnya. Tentu saja semua pembelaan tidak berpengaruh untuk ku.

Beberapa menit kemudian guru – guru masuk. Tapi, tak ada satupun yang membela ku. Aku mencoba untuk memberitahu mereka yang sebenarnya, tapi tak ada yang percaya pada ku.
Setelah guru teroris itu di bawa ke rumah sakit, beberapa polisi masuk ke dalam kelas. Aku merasa keberuntungan berada di sisi ku. Tapi ternyata aku salah. Polisi itu malah mebawa ku ke polsek terdekat.

Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa malah berbalik seperti ini. Apa para polisi itu lupa kalau target sebenarnya adalah si teroris itu?
***
Share:

Tuesday, June 26, 2018

CINTA SEORANG SKIZOFERNIA - TONI DAN IBU

Assalamualaikum ManTeman 🙇

Aku mau ngelanjutin cerita yang judulnya "Cinta Seorang Skizofernia". Tapi, bagi ManTeman yang belum baca tulisan saya sebelumnya, ada baiknya di baca dulu biar paham alur ceritanya 😊 Link nya ada di bawah ini yahh 👇👇👇

Prolog 👉 http://catatanaanakrantau.blogspot.co.id/2018/05/cinta-seorang-skizofernia-prolog.html
1. Kelulusan 👉  http://catatanaanakrantau.blogspot.co.id/2018/05/cinta-seorang-skizofernia-kelulusan.html
2. SMA  👉 http://catatanaanakrantau.blogspot.co.id/2018/05/cinta-seorang-skizofernia-sma.html
3. Persiapan Pindahan 👉 https://catatanaanakrantau.blogspot.co.id/2018/05/cinta-seorang-skizofernia-persiapan.html?showComment=1527177845795#c1682519686773399213 
4. Pindahan 👉 http://catatanaanakrantau.blogspot.com/2018/05/cinta-seorang-skizofernia-pindahan.html
5. Sekolah Baru 👉 http://catatanaanakrantau.blogspot.com/2018/06/cinta-seorang-skizofernia-sekolah-baru.html?m=1
6. Ibu Penjaga UKS 👉 http://catatanaanakrantau.blogspot.com/2018/06/cinta-seorang-skizofernia-ibu-penjaga.html?m=1
7. Tukang Kebun Sekolah 👉 http://catatanaanakrantau.blogspot.com/2018/06/cinta-seorang-skizofernia-tukang-kebun.html?m=1

8. TONI DAN IBU


Toni benar – benar baik, dia mengantar ku sampai di depan rumah. Memang sih rumah ku tidak begitu jauh dari sekolah, tapi arahnya berlawanan dengan rumah Toni. Jadi, Toni harus berjalan dua kali lipat dari biasanya.

“Makasih Ton… kamu mau singgah dulu?” kata ku ke Toni.

“Nggak deh, udah soreh” jawab Toni.

Tiba – tiba Ibu keluar dan berkata “Kok baru pulang Nak?” tanya Ibu kepada ku, lalu Ibu melihat Toni “loh, ada teman ternyata. Ayok masuk dulu” ajak ibu ke Toni.

“I… Iya Tante…” jawab Toni.

“Katanya tadi mau pulang?” bisik ku ke Toni.

“Nggak enak sama Ibu kamulah” Toni juga berbisik pada ku dan kami lalu masuk ke ruang tamu.
Ibu jadi ikut duduk di ruang tamu. Suasana benar – benar hening saat itu, hingga Ibu memecahkan keheningan itu “Cinta nggak buat minum untuk temannya?”

“Oh… Iya bu” kata ku sambil melihat ibu, lalu ku sarahkan pandangan ku ke Toni dan berkata “tunggu yah Ton”.

Aku lalu ke dapur, tapi aku singgah ke kamar dulu untuk menaruh tas dan berganti baju. Setelah itu aku membuatkan teh untuk Toni.

Cukup lama aku di dalam dan baru keluar “sorry lama, aku gantu baju dulu soalnya” kata ku ke Toni.

“Iya nggak apa – apa kok” jawab Toni.

“Yasudah, Ibu ke toko dulu kalau gitu. Itu rotinya dihabisin yah” kata Ibu

“Iya Bu” kata Toni.

Saat ibu pergi barulah ku tanya ke Toni “kamu ngomong apa aja ke Ibu?”

“Nggak ada kok, cumin aku tinggal dimana dan aktivitas apa aja” jawab Toni sambil meminum teh nya.

“Terus kok kamu manggil Ibu ku Ibu?” tanya ku lagi.

“Ibu kamu yang suruh” jawab Toni.

Setelah itu kami hanya berbincang – bincang seputar sekolah hingga akhirnya Toni pamit untuk pulang.

“Aku balik deh Cin” kata Toni.

“Oh iya… hati – hati yah” jawab ku.

Aku mengantar Toni sampai depan pintu dan melihatnya berjalan hingga hilang di penghujung jalan.

“Cowok yang baik” gumam ku dalam hati. Aku lalu masuk ke kamar dan mengerjakan beberapa 
tugas sekolah.
*** 

Hari sudah soreh tapi kok Cinta belum pulang juga. Saya berinisiatif untuk menunggunya di teras. Tapi, saat membuka pintu ku lihat Cinta bersama temannya. Kali ini benar – benar bersama temannya.

Saya lalu mengajak temannya untuk masuk dan ngobrol bersama. Karena ingin berbicara dengan teman Cinta, saya menyuruh Cinta untuk membuatkan minuman.

“Nama kamu siapa?” saya saya pada anak laki – laki itu.

“Saya Toni tante” jawabnya, dia terlihat seperti anak baik dan juga sopan tingkah lakunya.

“Cinta gimana di kelas?” saya berharap mendapatkan informasi dari anak yang bernama Toni ini.
“Yah… seperti anak – anak pada umumnya aja Tante” jawabnya.

“Panggi ibu saja” kata saya

“Iya Bu”

“Apa Cinta bisa berbaur di sekolah barunya?”

“Mungkin karena masih baru jadi Cinta belum punya banyak teman Bu”.

“Oh… begitu yah… Ibu titip Cinta yah Nak Toni, dia anak yang susah bergaul karena kami selalu berpindah – pindah. Ibu harap Nak Toni bisa menjadi teman buat Cinta” saya menyampaikan harapan saya pada Toni, karena memang sejauh ini hanya Toni yang diajak Cinta untuk main ke rumah.

“Iya Bu” jawab anak itu dengan sopannya.

Beberapa saat kemudian Cinta datang dengan teh serta beberapa roti. Karena tidak ingin mengganggu waktu anak muda, saya memutuskan untuk kembali ke toko dan meninggalkan mereka berdua di ruang tamu itu.

Rasanya ada sedikiti… bukan, banyak rasa bahagiah mengetahui kalau Cinta sudah memiliki teman yang benar – benar teman, bukan makhluk halus atau khayalan atau apalah itu. Tapi, saya ada niat untuk membawa Cinta ke psikiater. Saya tidak mau hal – hal aneh terjadi padanya.

Saat sedang menata beberapa roti di etalase, datang dua orang pembeli yang salah satunya menggunakan pakaian dengan rapi dan satunya lagi hanya menggunakan baju kaos dan rok se lutut. Keduanya perempuan.

“Sepertinya obat itu membuat anak saya kurang berhalusinasi lagi Bu Dok” kata salah seorang.
Kalimat itu benar – benar mencuri focus saya. Tanpa pikir panjang, aku langsung bertanya pada wanita yang berpakaian rapih itu “apa anda seorang psikiater?”

Orang itu langsung melihat kearah saya, sambil tersenyum orang itu berkata “iya benar, apa ada yang bisa saya bantu?”

Saya merasa ditunjukkan titik terang mengenai kasus Cinta, saya langsung bekata “bisa kah saya berbincang dengan anda di lain kesempatan?”

“Tentu saja” orang itu langsung tersenyum dan memberikan kartu nama kepada ku “silahkan datang ke klinik saya jika anda membutuhkan bantuan saya”.

“Terimakasih banyak” saya langsung menerima kartu nama itu.
***
Share:

Wednesday, June 20, 2018

CINTA SEORANG SKIZOFERNIA - TUKANG KEBUN SEKOLAH

Assalamualaikum ManTeman 🙇

Aku mau ngelanjutin cerita yang judulnya "Cinta Seorang Skizofernia". Tapi, bagi ManTeman yang belum baca tulisan saya sebelumnya, ada baiknya di baca dulu biar paham alur ceritanya 😊 Link nya ada di bawah ini yahh 👇👇👇

Prolog 👉 http://catatanaanakrantau.blogspot.co.id/2018/05/cinta-seorang-skizofernia-prolog.html
1. Kelulusan 👉  http://catatanaanakrantau.blogspot.co.id/2018/05/cinta-seorang-skizofernia-kelulusan.html
2. SMA  👉 http://catatanaanakrantau.blogspot.co.id/2018/05/cinta-seorang-skizofernia-sma.html
3. Persiapan Pindahan 👉 https://catatanaanakrantau.blogspot.co.id/2018/05/cinta-seorang-skizofernia-persiapan.html?showComment=1527177845795#c1682519686773399213 
4. Pindahan 👉 http://catatanaanakrantau.blogspot.com/2018/05/cinta-seorang-skizofernia-pindahan.html
5. Sekolah Baru 👉http://catatanaanakrantau.blogspot.com/2018/06/cinta-seorang-skizofernia-sekolah-baru.html?m=1
6. Ibu Penjaga UKS 👉 http://catatanaanakrantau.blogspot.com/2018/06/cinta-seorang-skizofernia-ibu-penjaga.html?m=1

7. TUKANG KEBUN SEKOLAH

Hari itu langit sedang mendung, ntah kenapa ingin saja duduk di depan kelas saat bel istirahat berbunyi.



Saat aku mencoba bangkit dari bangku ku, Toni langsung berkata “tumben… ke kantin yah?” semenjak aku menceritakan tentang Ibu penjaga UKS dia memang jadi sering berbincang dengan ku.



“Nggak ku, ke depan kelas aja” jawab ku.



“Ngapain? Ke kantin aja yok” ajak Toni.

“Nggak ah… rame” jawab ku singkat “aku ke depan dulu yah”.

“Yaudah, aku ke kantin kalau gitu” kata Toni dengan kekecewaannya.

Aku lalu berjalan ke depan kelas. Kulihat sekeliling sekolah, banyak sekali anak yang lalu – lalang di sana. Aku lalu duduk di kursi panjang menghadap ke lapangan.

Dari sekian banyak orang yang berlalu lalang di lapangan itu, mata ku terfokus pada bapak – bapak setengah baya yang sedang memegang celurit. Siapa bapak itu? Apa tukang kebun sekolah? Aku tidak terlalu memusingkan hal tersebut.

Aku masih saja focus melihat bapak itu memotong rumput. Mungkin marena sadar ada yang memperhatikan, bapak itu langsung memandang ke arah ku. Matanya memplototi ku dan hal itu benar – benar membuat aku takut. Aku berusaha untuk tidak melihatnya lagi, tapi saat kuarahkan mata ku ke arahnya dia sedang berjalan ke arah ku. Apa dia marah karena ku perhatikan? Aku tiba – tiba ketakutan.

“Hey Cin...” suara Toni mengagetkan ku.

“Ke… kenapa?” tanya ku dengan terbata – bata.

“Kamu yang kenapa? Ngelamun aja” kata Toni.

“Nggak Ton…” jawab ku, aku lalu melihat kea rah Bapak tadi. Tapi dia sudah pergi ke arah yang berlawanan. Mungkin karena kehadiran Toni.

“Yuk masuk, udah bell tuh” ajak Toni.

Saking asiknya aku memperhatikan tukang kebun itu, aku sampai tidak mendengar bunyi bell sedikitpun. “Yuk” kata ku ke Toni, kami lalu masuk ke dalam kelas.

Fikiran ku masih pada Bapak tukang kebun itu dan itu sukses membuat ku tidak focus pada jam pelajaran terakhir ini.

Karena tidak focus, aku jadi terlambat mengerjakan tugas, terpaksa tuga teman – teman ku di kumpul di meja dan aku yang akan mengantarkannya ke ruang guru. Saat itu sekolah udah mulai sepi dan aku masih mengerjakan tugas ditemani Toni.

“Masih lama yah Cin?” tanya Toni.

“Dikit lagi Ton, kamu kalau mau pulang deluan nggak apa – apa kok” jawab ku.

“Nggak lah, aku nungguin kok. Tapi aku ke kantin bentar yah. Haus nih. Kamu mau nitip nggak?” tanya Toni.

“Aqua aja deh” jawab ku. Toni lalu meninggalkan ku sendiri di kelas.

Akhirnya selesai juga. Ku gabung tugas ku dengan tugas teman – teman. Tapi, Toni belum balik juga. Sudahlah, aku lalu mengantarkan tugas itu ke ruang guru. Tas masih ku tinggal di kelas agar Toni tahu kalau aku belum pulang.

Ruang gurupun sudah sepi. Kuletakkan tugas kami di atas meja salah seorang guru. Setelah itu aku langsung keluar dari ruangan itu. 

Saat menutup pintu ruang guru, aku melihat Bapak tukang kebun itu lagi. Saat ini dia membawa sebuah pisau. Apa yang diinginkannya? Dengan cepat dia berjalan ke arah ku, aku semakin takut dibuatnya.

Kaki ku bergetar hingga sulit rasanya untuk berlari. Ku kumpulkan seluruh tenaga ku dan berlari sebisa yang aku bisa. Bapak itu juga semakin cepat dan langkah cepatnya itu berubah jadi lari.

Aku benar – benar takut. Aku tidak tahu apa yang diinginkan Bapak itu. Tapi, tak ada satupun orang di situ dan Bapak itu membawa pisau. Jika terjadi apa – apa, tak ada seorangpun yang bisa membantu ku.

Aku hanya berusaha lari sekuat tenaga kea rah kelas dengan harapan sudah ada Toni di sana. Saat tiba di kelas ternyata Toni belum ada. Ku tutup rapat pintu kelas dan berharap Bapak itu tidak mengejar ku sampai ke dalam kelas.

“Tok… Tok… Tok…” suara pintu di ketok dari luar. Apa itu Bapak tukang kebun? Aku benar – benar takut sampai terdengar sura “Cin… bukalah… ngapain kamulari – lari di koridor, pake kunci pintu segala lagi” itu suara Toni.

Langsung saja ku buka pintu dan ternya memang Toni. Aku reflex memeluknya dan menangis. Karena heran, Toni lalu berkata “Loh… kok nangis? Kamu kenapa Cin? Tugasnya ga diterima yah?”

“Ba… Bapak… Tu tut tukang… Keb Kebun… it itu” kata ku sambil menangis.

“Tukang kebun mana? Nggak ada orang kok Cin… udah kamu tenang dulu yah, ini minum dulu” kata Toni yang berusaha menenangi ku.

Aku lalu minum dan berusaha menengkan diri.

“Ku antar pulang yah” kata Toni.

“Makasih Ton” jawab ku. Mungkin kalau tidak ada Toni Bapak itu duah mengejar ku sampai ke dalam kelas. Aku benar – benar berhutang budi pada Toni.

***

Selesai juga, pelajaran Sejarah memang selalu membuat kami mencatata satu buku. Rasanya guru itu tidak kenal sama yang namanya fotocopy yah. Jari – jari ku sampai penyok diabuatnya.

“Cin… udah beres?” tanya ku ke Cinta.

“Duh… masih banyak Ton. Bilang ke anak – anak biar aku aja yang bawa ke ruang guru” jawab Cinta. Dari tadi dia memang hanya melamun dan baru mulai menulis.

“Ok deh” jawab ku ke Cinta. Aku lalu member tahu anak – anak untuk pulang deluan aja karena bell memang sudah berbunyi.

Satu per satu anak – anak pulang dan akhirnya tinggal aku dan Cinta saja di dalam kelas itu. Aku tidak mungkin tega meninggalkan Cinta sendirian dalam kelas itu. Tapi, disatu sisi aku juga haus.

“Cin… masih lama yah?” tanya ku ke Cinta. Tapi Cinta malah menyuruh ku untuk pulang deluan saja dan ku katakan kalau aku hanya ke kantin sebentar untuk membeli minum. Cinta pun menitip aqua juga pada ku.

Aku lalu meninggalkan Cinta sendiri di dalam kelas. Kulangkahkan kaki ku menuju kantin. Sekolah sudah sepi, hanya ada satu dua orang anak yang juga hendak pulang.

Saat aku tiba di kantin ternyata kantinpun sudah tutup. Akhirnya aku memutuskan untuk ke swalayan di depan sekolah. “Apa Cinta tidak apa – apa jika ku tinggal sendiri?” fikiran itu masuk begitu saja dalam otak ku. Tapi, tak ada yang perlu ditakutkan di sekolah ini. Aku lalu melanjutkan perjalanan ku.


Cukup lama aku meninggalkan Cinta, aku hanya berharap dia belum pulang saja. Jarak antara swalayan memang tidak terlalu jauh, tapi itu cukup memakan waktu juga dibandingkan aku ke kantin.

Saat hampir sampai di depan kelas, kulihat Cinta sedang berlari ketakutan. Apa yang terjadi padanya? Cinta masuk ke dalam kelas dan pintu kelas langsung di kunci. Aku benar – benar penasaran.

Kupercepat langkah ku menuju kelas dan mengetok pintu kelas. Pintu baru dibuka saat aku berbicara. Saat pintu di buka, Cinta langsung memeluk ku dan menangis. Kenapa Cinta menangis? Aku semakin bingung dan tidak tahu apa yang mesti aku lakukan dengan kondisi seperti itu.

Aku berusaha menenangkannya, tapi dia berkata Bapak Tukang Kebun? Mana ada tukang kebun di sekolah kami? Karena tidak ingin membuatnya semakin panic, aku menawarkan diri untuk mengantarnya pulang.

Aku membantunya membereskan barang – barangnya dan kamipun meninggalkan kelas itu. Sepanjang perjalanan menuju gerbang. Cinta benar – benar terlihat ketakutan. Saat keluar dari lingkungan sekolah, barulah Cinta terlihat sedikit tenang.
***
 
Share: