Assalamualaikum ManTeman π
Aku mau ngelanjutin cerita yang judulnya "Cinta Seorang Skizofernia".
Tapi, bagi ManTeman yang belum baca tulisan saya sebelumnya, ada baiknya
di baca dulu biar paham alur ceritanya π Link nya ada di bawah ini
yahh πππ
Prolog π
http://catatanaanakrantau.blogspot.co.id/2018/05/cinta-seorang-skizofernia-prolog.html
1. Kelulusan π
http://catatanaanakrantau.blogspot.co.id/2018/05/cinta-seorang-skizofernia-kelulusan.html
2. SMA π
http://catatanaanakrantau.blogspot.co.id/2018/05/cinta-seorang-skizofernia-sma.html
3. Persiapan Pindahan π
https://catatanaanakrantau.blogspot.co.id/2018/05/cinta-seorang-skizofernia-persiapan.html?showComment=1527177845795#c1682519686773399213
4. Pindahan π
http://catatanaanakrantau.blogspot.com/2018/05/cinta-seorang-skizofernia-pindahan.html
5. Sekolah Baru π
http://catatanaanakrantau.blogspot.com/2018/06/cinta-seorang-skizofernia-sekolah-baru.html?m=1
6. Ibu Penjaga UKS π
http://catatanaanakrantau.blogspot.com/2018/06/cinta-seorang-skizofernia-ibu-penjaga.html?m=1
7. Tukang Kebun Sekolah π
http://catatanaanakrantau.blogspot.com/2018/06/cinta-seorang-skizofernia-tukang-kebun.html?m=1
8. Toni dan Ibu π
http://catatanaanakrantau.blogspot.com/2018/06/cinta-seorang-skizofernia-toni-dan-ibu.html?m=1
9. Teroris π
http://catatanaanakrantau.blogspot.com/2018/06/cinta-seorang-skizofernia-teroris.html?m=1
10. Kantor Polisi π
http://catatanaanakrantau.blogspot.com/2018/07/cinta-seorang-skizofernia-kantor-polisi.html?m=1
11.PSIKIATER
“Permisi
Dek” suara itu dibarengi dengan sentuhan lembut pada pundak ku.
Kulihat
seorang wanit muda dengan baju putih mencoba untuk membangunkan ku “Iya kak?”
tanya ku pada orang tersebut.
“Cinta
yah?” tanya orang tersebut.
“Iya
saya Cinta” jawab ku.
“Saya
dokter Sisi, ikut saya ke ruang konseling sebentar yah” ajak orang yang mengaku
dokter itu.
Saat
berdiri saya baru menyadari ternya saya masih di kantor polisi. Tanpa
memperhatikan lebih lanjut orang – orang di sekitar ku, aku mengikuti dokter
Sisi masuk ke dalam sebuah ruangan.
“Cinta
apa kabar?” tanya dokter itu saat kami duduk berhaddapan.
“Buruk
Dok. Tapi saya tidak sakit, kenapa dokter memanggil ku?” tanya ku ke dokter
itu.
“Katanya
tidak sakit tapi kok kabarnya buruk dek?” sudah lama rasanya aku tidak di
panggil adek.
“Bagaimana
tidak buruk dok, saya baru saja menangkap seorang teroris tapi saya malah
dianggap penjahat dan di bawa ke kantor polisi. Sedangkan teroris itu malah mendapatkan
layanan kesehatan” jelas saya ke Dokter Sisi.
“Kenapa
kamu bisa beranggapan kalau orang yang kamu tangkap itu seorang teroris?” tanya
Dokter Sisi dengan penuh antusias.
Saya
senang dengan cara Dokter Sisi mengajukan pertanyaan demi pertanyaan untuk ku.
Saya merasa seperti dihargai dalam setiap kalimat yang saya lontarkan. Sayapun
dengan terbuka menceritakan tentang Ibu penjaga UKS, Bapak tukang kebun dan
juga tentang sahabat ku Tiara. Bukan cuman itu saja, saya juga menceritakan
tentang Ibu, Ayah, saudarah – saudarah ku, juga tentang pertemanan ku.
Dokter
Sisi benar – benar mendengarkan dengan penuh antusias. Saya senang, saya merasa
mendapat perhatian di tempat ini. Saya ingin terus bercarita dengan Dokter
Sisi.
“Apa
yang kamu fikirkan tentang Ibu penjaga UKS itu?” tanya dokter sisi di tengah –
tengah perbincangan kami.
“Aku
berharap memiliki Ibu sepertinya. Dia baik, perhatian dan juga lembut. Kenapa
Ibu saya tidak seperti dia? Apa saya harus menyuruh Ibu saya belajar pada Ibu
penjaga UKS itu yah Dok?”
Setelah
itu Dokter Sisi banyak memberi aku beberapa nasehat yang benar – benar bisa
membuat aku merasa menjadi lebih baik dari sebelumnya.
Hingga
akhirnya Dokter Sisi berkata “Cinta tahu nggak kalau Ibu penjaga UKS, Bapak
tukang kebun dan sahabat kamu Tiara itu semua nggak ada?”
“Kok
dokter berfikit demikian?” tanya ku dengan heran.
“Iya
sayang… mereka semua hanya teman – teman dalam dunia imajinasi mu saja” jawan
Dokter Sisi.
Aku
benar – benar tidak bisa menerima perkataan Dokter Sisi. Tapi, Dokter itu
menjelaskan dengan detil dan sangat lembut yang membuat saya tidak ingin marah
dengannya. Saya tidak ingin melukai hati Dokter Sisi.
Saya
mencoba menerima perkata Dokter Sisi walau sebenarnya sangat tidak masuk akal
menurut ku. Tapi, setelah ku fikir – fikir lagi benar juga, mana ada seorang
utusan polisi yang mempergunakan murid SMA sebagai orang yang bisa melumpuhkan
teroris.
“Lalu
saya gila dok?” tanya saya kepada Dokter Sisi di akhir perbincangan kami.
“Tidak
gila, kamu hanya sedikit berbeda Dek” jawab Dokter Sisi. Setelah itu saya
mendapat manya informasi mengenai halusinasi yang saya alami dan bagaimana cara
menanganinya.
***
Saat
Cinta keluar dari ruang konseling, saya secara reflex berdiri “Dokter Sisi?”
tanya saya saat melihat Dokter yang berdiri di belakang Cinta. Dia adalah
psikiater yang pernah saya mintai kartu tanda pengenalnya.
“Loh Ibu
ternyata. Bisa ikut saya ke dalam dulu Bu?” ajak Dokter Sisi dengan lembut,
lalu dokter itu itu berkata pada Cinta “Cinta duduk sama temannya dulu yah dek”.
“Iya
Dokter” jawab Cinta.
Saya
lalu masuk bersama Dokter Sisi ke dalam ruang konseling itu. Saat duduk
berdepanan, Dokter Sisi berkata “apa ibu siap dengan kondisi apapun yang
menimpa anak Ibu?”
“Apapun
itu saya harus siap dan saya harap Dokter Bisa membantu saya untuk menemukan
solusinya” kata saya ke Dokter Sisi.
“Baiklah
Bu… jadi Cinta terdiagnosi Skizofernia. Hal tersebut membuat Cinta mengalami
halusinasi – halusinasi seperti munculnya tokoh Tiara, Ibu pendaja UKS dan
Bapak tukang kebun. Saya rasa Ibu pasti sudah tahu dari penjelasan polisi tadi”
“Lalu
Dok?”
“Sosok
Tiara ini timbul akibat Cinta yang kesepian dan tidak memiliki teman,
sedangankan sosok Ibu penjaga UKS ini timbul akubat harapan Cinta untuk
mendapatkan perhatian dari seorang Ibu dan untuk sosok Bapak tukang kebun saya
rasa timbul dari rasa Cinta yang ingin dipercayai oleh orang – orang
disekelilingnya”
“Apa
Cinta bisa sembuh Dok?”
“Sembuh
secara total tidak, tapi untuk mengurangi bahkan menghilangkan halusinasi yang
Cinta alami bisa dengan mengkonsumsi beberapa obat yang akan saya tuliskan
nanti. Gangguan Skizofernia ini membuat Cinta tidak bisa membedakan yang mana
kenyataan dan yang mana halusinasinya, dengan obat yang akan saya berikan bisa
membantu Cinta untuk membedakan kedua hal tersebut.”
“Terimakasih
banyak atas bantuannya Dok” kata saya kepada Dokter Cinta di akhir pembicaraan
kami. Saya lalu keluar dari ruang konseling tersebut dan mengurus beberapa hal
di pihak kepolisian untuk kelanjutan kasus Cinta.
***
Saat Ibu
dan Dokter Sisi masuk, saya duduk di samping Toni dengan fikiran tentang apa
yang sudah saya alami. “Ton…” kata ku ke Toni.
“Ada apa
Cin?” tanya Toni.
“Aku
gila. Kamu masih mau jadi teman ku?”
“Nggak
Cin”
“Kenapa?”
“Aku
nggak akan jadi teman kamu kalau kamu mau jadi pacar ku. Tapi kalau kamu nggak
mau, aku mau kok jadi teman kamu”
“Maksudnya?”
“Maksudnya,
kamu mau nggak jadi pacar ku?”
“Aku ini
Gila Toni…”
“Kalau
kamu gila, aku tinggal belajar sungguh – sungguh dan berusaha masuk kedokteran
lalu ambil spesialis jiwa agar kamu tidak perlu di rawa dengan dokter yang
nggak kamu kenal”
“Tapi
Ton…”
“Kamu
mau nggak jadi pacar aku Cin?”
“Aku mau
Ton”
“Bagus
deh… Maaf yah nggak romantic, tembanya di kantor polisi pula”
“Nggak
apa – apa Ton… aku suka kok. Terimakasih yah”
“Untuk?”
“Karena
kamu mau terima aku yang gila ini”
“Aku
nggak perduli Cinta… intinya aku sayang sama kamu”
Aku
benar – benar tidak menyangka kalau Toni malah akan mengak ku pacaran di saat
dia sendiri mengetahui kalau kejiwaan ku memang tidak baik. Aku sangat bersyukur
memilikinya dalam hidup ku yang penuh kekurangan ini.
Tidak
lama setelah itu ibu keluar dan mengurus beberapa hal dengan polisi. Aku tidak
di tahan, tapi sebagai gantinya aku harus mengunjungi klinik Dokter Sisi
seminggu sekali. Dan sekolah ku, aku dikeluarkan dari sekolah dan harus mencari
sekolah baru lagi.
Setelah
magrib semua urusan terselesaikan dan kami bisa pulang ke rumah. Ibu membawa
mobil dan Toni ditawarin Ibu untuk diantar sampai rumahnya. Selama perjalanan
rasanya sangat sunyi tak ada yang membuka pembicaraan.
“Terimakasih
Bu…” kata Toni saat turun di depan rumahnya. Setelah itu mobil melaju menuju
rumah.
Saat
tiba di rumah, Ibu langsung berkata “Maafkan Ibu Nak”
“Maafkan
Cinta juga Bu” kalimat itu sangat berat ku ucapkan, tapi ada rasa yang
mengalahkan ego ku itu.
Setelah
itu Ibu memeluk ku dan menangis. Akupun ikut menangis dibuatnya. Aku benar-
benar tidak pernah melihat Ibu menangis sebelumnya dan aku tidak pernha
menangis di depan Ibu kecuali saat aku masih bayi. Tapi, pada malam itu aku
merasa kami dengan saling menukar parasaan. Aku turut merasakan sedih yang Ibu
rasakan dan Ibu turut merasakan sedih yang aku rasakan.
***
Setelah
kejadian malam itu, hubungan ku dengan Ibu menjadi sangat baik. Walau Ibu sibuk
dengan Toko Rotinya, tapi dia akan tutup saat sore hari dan menemani ku
mengerjakan hal apapun itu di rumah.
Aku
bahkan beberapa kali bercerita tentang Toni ke Ibu. Aku menjadi anak yang
terbuka pada Ibu semenjak kejadian di kantor Polisi itu.
Aku juga
mendatangi guru yang telah ku lukai dan meminta maaf padanya. Dan syukur saya
guru itu tidak menyimpan benci terhadap ku. Aku memang tidak berharap untuk
kembali ke sekolah itu, tapi aku tidak ingin meninggalkan kesan yang lebih
buruk lagi.
Dokter
Sisi? Aku selalu bertemu dengannya di akhir pecan. Aku selalu diperi beberapa
obat yang tidak boleh berhenti ku minum pada waktunya. Sebenarnya obat – obat
itu membuat ku sulit untuk beraktivitas dengan aktif, tapi setidaknya aku tidak
merugikan banyak orang itu sudah lebih dari cukup.
Ayah
sudah mengetahui kondisi ku. Stelah tahu ia langsung mengambil cuti beberapa
minggu dan kami menghabiskan cuti ayah dengan bersantai di rumah. Bukan cuman
Ayah, tapi kedua Kakak dan istrinya datang ke rumah dan rumah itu benar – benar
sangat ramai serta mengasikkan.
Toni,
dia ikut pindah sekolah dengan ku. Anak itu sering sekali menemani ku ke Dokter
Sisi dan ikut nimbrung saat membicarakan kondisi ku. Aku rasa dia benar – benar
tertarik dengan dunia kejiwaan.
Aku
merasa bahagiah dengan keadaan ku sekarang. Walau kenyataannya aku tahu, kalau
aku adalah seorang Skizofernia.
***