Sehari setelah acara wisudah itu, Anggi berangkat ke Jakarta bersama Papanya πKehidupan ku pun perubah drastis. Yang biasanya pulang kampus ke asrama anggi dulu untuk makan malam, atau ga di jemput Anggi di kampus sekarang malah balik ke kost sendirian π’
Sedih? Siapa yang ga sedih di tinggal orang yang selalu bersama selama 2 tahun. Ga usah berfikiran masalah hubungan dulu, kebersamaan yang kita jalani dan harus terpisah itu sudah merupakan hal yang tidak menyenangkan π©
Karen aku hampir ga punya teman selain Anggi dan Pripala Melville, keseharian ku menjadi benar - benar sunyi dan datar. Bangun pagi - Pergi kantor - makan siang - kerja lagi - ke kampus - pulang - tidur. Seperti itulah untuk setiap harinya π
Dari situ aku mulai menyadari gimana masa bodohnya aku dengan lingkungan ku. Teman - teman yang benar - benar baik kepada ku satu per satu hilang karena keteledoran ku π Dulu aku beranggapan bahwa aku ga butuh mereka semua selama ada Anggi di sisi ku. Tapi aku lupa bahwa ga selamanya Anggi bareng aku π
Bagaimana dengan Pripala? Akan ku ceritakan part khusus mengenai organisasi itu π
Anggi di Jakarta itu kan kerja dan komunikasi adalah hal yang sangat minim untuk kita. Ku akuin, bukan cuman Anggi aja. Tapi aku juga. Dulu kami ga perlu chat / telp / vc atau semacamnya, karena setelah pulang kampus kita bisa secara otomatis bertemu. Saat LDR itu adalah hal yang mustahil, bisa saling menghubungi di malam hari saja sudah sangat bagus.
Saat bertengkar pun yang biasanya bisa kita selesaikan dengan singkat karena bisa bertemu dan membahasnya lebih detil, LDR tidak seperti itu. Hp menjadi barang yang sangat berharga, walau komunikasi jarak jauh di jaman sekarang sudah mudah di akses, tapi tetap saja yang seperti itu susah untuk meredahkan amarah.
Hal - hal kecil yang ga pernah kami permasalahkan dulunya malah bisa menjadi masalah besar saat LDR. Misalnya Anggi ga balas chat atau lupa ngabarin, itu bisa jadi alasan untuk ga chat dia berhari - hari.
Bulan pertama bisa dilalui dengan susah payah. Tapi di bulan kedua π kita putus. Kok putus? itu pertanyaan yang banyak banget di ajukan ke aku saat orang - orang tahu kalau kita putus.
Tapi, aku putus dengan cara baik - baik. Ntah dari mana datangnya pemikiran ku itu. Saat itu kita sedang menjalani hubungan yang rawan untuk putus. Dari pada putus dan menyimpan benci untuk tidak saling menghubungi, mending kita putus dengan cara baik - baik dan masih menjalani komunikasi dengan baik.
Awalnya Anggi ga setuju. Tapi, lama kelamaan dia terima - terima aja. Aku sebenarnya hanya takut ada kata putus yang memisahkan kita. Toh tanpa adanya hubungan yang jelas kita masih bisa menjalani hubungan dengan baik kok. Dan ntah kenapa juga saat itu aku lagi malas dengan status pacaran.
Intinya kami putus bukan untuk berpisah. Tapi kami menyimpan kepercayaan diantara kami bahwa suatu saat nanti akan ada masa yang akan mempertemukan kami lebih dari hanya sekedar status pacaran π Ntah itu akan kesampaian ata tidak, waktu lah yang akan menjawabnya π
Selama di perantauan dialah yang benar - benar membuat aku merasa tidak sendirian. Setelah dia pergi, rasanya aku harus mulai melatih diri untuk tidak ketergantungan dengan seseorang. Dan tentunya memperbanyak teman π
Lebih tepatnya belajar dari pengalaman. Setiap orang yang kita kenal itu bisa menjadi penghias hari - hari kita agar tidak membosankan. Jadi, jangan sombong dan beranggapan kita tidak membutuhkan orang lain di dunia ini π
Terimakasih sudah membaca part yang sedikit lebih singkat ini π Terimakasih juga sudah setia membaca Catatan Anak Rantau, semoga kedepannya Dita bisa terus menuliskan hal - hal yang lebih baik lagi π
Wassalamualaikum π
0 komentar:
Post a Comment